Jika ditinjau dari segi etimologi, term tobat adalah bentuk masdardari
kata dasar تاب-
يتوب- توبة tersusun
dari akar kata ت- و- ب Kata ini memiliki arti asal الرجوع (kembali). Contoh dalam kalimat
تاب من ذنبه sama
dengan kalimat رجع عنه ,
berarti ia telah meninggalkan perbuatan dosanya.[1]
Dalam beberapa kamus bahasa Arab,
kata tobat diartikan sebagai al-rujû’ min al-dzambi yang artinya “kembali dari perbuatan
dosa”. Di dalam hadist disebutkan bahwa al-nadmu taubatun “penyesalan itu manifestasi tobat”.
Orang yang bertobat kepada Allah (wa tâba
ilâ Allâh) adalah kembali kepada Allah dari perbuatan maksiat
dengan taat kepada-Nya (wa ra’aja ‘an al-ma’siat ilâ al-tâ’at). Jadi menurut
Abu Mansur, asal dari kata tobat adalah kembali kepada Allah. yakni ketika
seorang hamba telah bertobat kepada Allah, maka Allah akan kembali menerima
hamba-Nya dengan pemberian ampunan.[2]
Senada
dengan pengertian di atas, Ibrahim Anis, et. al, mendefinisikan tobat sebagai
berikut :
الاعتراف
والندم والاقلاع والعزم على الاّ يعاود الانسان مااقترفه
Artinya : “Tobat adalah pengakuan penyesalan, pencabutan
terhadap perbuatan masa lalunya yang kelam), dan itikad manusia untuk tidak
membinasakan (mengulang-ulangi) dosa yang telah diperbuatnya. Oleh karenanya
tobat itu dapat menghilangkan perbuatan dosa”.[3]
Sementara menurut al-Ashfahany,
tobat merupakan upaya meninggalkan perbuatan dosa dengan cara yang baik. Tobat
adalah cara penyesalan yang terbaik. Masih menurut al-Ashfahany, ia
mengklasifikasikan penyesalan menjadi tiga; adakalanya orang yang menyesal
mengatakan “saya tidak melakukan”, atau dia berkata “saya melakukan karena
sebab begini”, atau “saya melakukan dan dan saya berkehendak dan sungguh saya
telah mencabutnya”. Tobat secara syara’ adalah menanggalkan perbuatan dosa
karena kejelekannya, dan menyesal atas kealpaannya serta bertekad untuk
meninggalkan kebiasaan buruk.[4]
Mencermati
beberapa pengertian tobat yang telah dikemukakan di atas, kendati dalam bahasa
yang berbeda namun secara substantif para ulama mencapai kesepakatan bahwa
makna asal kata tobat adalah kembali. Yang dimaksud kembali dalam konteks ini
adalah kembali kepada Allah dengan ketaatan dan ketundukan, mengerjakan apa
yang diperintahkan Allah serta meninggalkan perbuatan yang dilarang-Nya.
Seorang yang bertobat kepada Allah adalah mereka yang mengakui perbuatan
kelamnya, menyesalinya serta mencabut segala kekhilafan masa lalunya dan
beriktikad untuk tidak mengulangi lagi perbuatan kelam yang dilarang oleh Allah
tersebut dengan penuh kesungguhan.
Jika
melihat dari penjelasan leksikal yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diketahui bahwa kata tobat selalu dikaitkan dengan kata dosa dan maksiat.
Seakan perbuatan bertobat merupakan satu konsekuensi yang dilakukan hanya untuk
hamba yang melakukan perbuatan dosa dengan meninggalkan Allah dan
melanggar perintah-Nya karena telah melakukan perbuatan maksiat dan dosa.
Dengan penuh kesadaran dan penyesalan atas perbuatan dosa dan maksiat
yang dilakukannya kemudian ia berkeinginan untuk kembali kepada Allah dengan
penuh ketaatan. Namun, persoalan yang muncul kemudian apakah perbuatan tobat
dilakukan hanya karena kesalahan dan dosa yang pernah dilakukakan, atau dengan
kata lain tobat hanyalah penebusan atas kesalahan dan dosa manusia? Jika benar
demikian, maka tobat itu hanya untuk mereka yang berbuat dosa dan maksiat.
Namun pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah; bagaimana dengan orang yang
tidak berbuat maksiat, apakah dengan demikian ia tidak perlu bertobat dalam
artian kembali kepada Allah?
Dalam
al-Quran, masalah tobat memang lebih
banyak disebabkan karena perbuatan
kesalahan, dosa, maksiat, kebodohan, kezaliman serta bentuk penyimpangan dari
jalan Tuhan yang lain, semisal kekufuran. Namun ternyata tidak semua ayat-ayat
al-Qur’an tersebut mensyaratkan perbuatan dosa sebagai hal yang menyebabkan
terjadinya tobat akan tetapi tobat juga disebut sebagai kewajiban seorang hamba
kepada Penciptanya agar senantiasa mengingat Allah kapan pun dan di dimanapun
ia berada. Dengan tidak kembali kepada Allah, berarti ia telah tidak berjalan
di atas ketentuannya. Hal ini tercermin di dalam QS. Al-Ahqâf (46): 15
Artinya : “Dan kami
perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada orang tuanya. Ibunya yang
telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah
(pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga
apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia
berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu
yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku
dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai; dan berilah aku kebaikan yang akan
mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh aku bertobat kepada engkau, dan
sungguh, aku termasuk orang-orang yang memasrahkan diri”.
Dalam
konteks ayat di atas, tobat dilakukan bukan karena perbuatan dosa yang telah
dilakukan, akan tetapi merupakan manifestasi dari kesadaran yang tinggi dari
seorang hamba yang telah tunduk terhadap aturan-aturan Tuhan. Data lain tentang
tobat itu dilakukan bukan karena perbuatan dosa, akan tetapi karena ia sebagai
hamba Allah. Pernyataan Allah akan menerima tobat dari hamba-Nya, terdapat
dalam QS. al-Taubah (9): 104.
Artinya : “Tidaklah mereka mengetahui bahwa Allah
menerima tobat hamba-hamba-Nya dan menerima zakat (nya) dan bahwa Allah maha
penerima tobat lagi maha penyayang?”
Sementara
dalam ayat lain disebutkan bahwa tobat bukan dilakukan sebab telah melakukan
perbuatan dosa, akan tetapi merupakan salah satu tanda keimanan seseorang, di
samping beribadat, menepati janji, yang ruku’ dan yang bersujud. Hal ini
dijelaskan dalam QS. al-Taubah (9): 112.
Artinya: “Mereka
adalah orang-orang yang bertobat, yang beribadah, yang memuji Allah, yang
melawat, yang ruku’, yang bersujud, yang menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah
kemungkaran dan yang menjaga hukum-hukum Allah. Dan berilah berita gembira
orang-orang yang beriman”.
Melihat
data-data otentik yang tertera di dalam al-Quran tersebut, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa perbuatan tobat yang dilakukan seorang hamba tidak selamanya
karena disebabkan oleh perbuatan dosa yang telah ia lakukan, akan tetapi karena
merupakan kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya. Dengan kata lain tobat
merupakan bentuk realisasi keislaman dan tanda keimanan seorang hamba yang
senantiasa menggantungkan diri kepada Tuhannya.
Di dalam al-Quran
sendiri, kalimat tobat terdiri dari beberapa bentuk. Antara
lain, bentuk kata kerja dan bentuk masdar yang menunjuk pada
arti pekerjaan atau perbuatan. Kedua,
bentuk kata tobat ini ditemukan dalam
al-Qu’ran sebanyak 73 kali dengan rincian:
63 kali dalam bentuk kata
kerja (fi’il)
dengan klasifikasi 17 ayat berupa makkiyah dan
46 ayat berupa ayat madaniyah,[5] dan 10 kali
dalam bentuk masdar (dua masdar
mîmî dan
selebihnya masdar gaira mîm),
dengan klasifikasi dua ayat berupa
ayat makkiyah dan delapan ayat madaniyah.[6]
Selain dalam bentuk kata kerja
dan masdar , dijumpai juga bentuk-bentuk lain
dari kata tobat, yang memiliki kedekatan makna yang berbentuk ism fâil dan sifat musabbahat
bi ism fâ’il (sifat
yang menyerupai ism fa’il).
Sementara kata tobat dalam bentuk ism fâ‘il ditemukan dalam al-Qur’an sebanyak dua
(2) kali dengan rincian: Satu kali kata al-tâ‘ibât (bentuk jam’u
mu’annas salîm) terdapat dalam QS. al-Tahrîm (66): 5, dan satu kali
kata al-tâibûna (bentuk jam’u
mudzakkar salîm) terdapat dalam QS. al-Taubah (9): 112 Term tobat dalam bentuk musabbahat
bi ism fâ’il dijumpai
dalam al-Qur’an sebanyak 12 kali dengan rincian: Delapan kali kata tawwâb terdapat dalam QS. al-Baqarah (2): 37,
54, 128 dan 160, QS. al-Taubah (9): 104 dan 118, QS. al-Nûr (24): 10 dan
QS. al-Hujarât (49): 12. Kata tawwâbân disebut tiga kali dalam al-Qur’an
dalam QS. al-Nisâ‘ (4): 16 dan 64, QS. al-Nasr (10): 3. Kata al-tawwâbîna disebut satu kali dalam QS. al-Baqarah
(2): 222.[7]
Dengan demikian, berarti kata
tobat dan kata-kata yang seakar dengannya ditemukan dalam al-Quran sebanyak 87
dengan varian bentuknya. Ada yang berbentuk kata kerja, baik kata kerja bentuk
lampau (madhi) , kata kerja bentuk sedang
atau akan datang (mudhari’) maupun kata kerja dalam
bentuk perintah (amr). Ada juga yang berbentuk masdar baikmasdar mîmî maupun dalam bentuk kata ism fâil dan musabbahat bi ism fâil.
Kata tobat dalam bentuk ism fâ’il mengandung makna orang atau pelaku
dari dari tobat dan perbuatan tobat baginya merupakan kebiasaan atau perbuatan
yang telah menjadi karakteristiknya. Ism fâ’il menunjukkan pada makna orang yang
telah terbiasa melaksanakan tobat.
Kata tobat dalam bentuk musabbahat
bi ism fâil, manakala disebut dalam bentuk mufrâd(tunggal)
maka kata tersebut bermakna Tuhan sebagai zat yang benar-benar menerima
tobat hamba-Nya.[8] Kata tawwâb dalam artian Tuhan sebagai zat yang
menerima tobat disebut dalam al-Qur’an sebanyak 11 kali sebagaimana yang
terdapat dalam QS. al-Baqarah (2): 37 dan 54
Artinya : “Maka Nabi Adam telah menerima beberapa ayat
dari Tuhannya, maka dia bertobat kepada-Nya, karena sesungguhnya Dia Zat
yang Maha menerima tobat dan Maha Penyayang”. (QS. al-Baqarah, 2 :
37)
Artinya: : ”Dan
tatkala Nabi Musa berkata kepada kaumnya, wahai kaumku sesungguhnya kamu
sekalian telah berbuat zalim terhadap dirimu sendiri dengan menjadikan anak
lembu (sebagai sesembahanmu), maka bertobatlah kepada Tuhanmu, dan bunuhlah
dirimu sendiri. Yang demikian itu lebih baik bagimu di sisi Tuhanmu. Maka Allah
menerima tobatmu, dan sesungguhnya Dia adalah Zat yang Maha penerima tobat dan
Maha Penyanyang’. (QS. al-Baqarah/2 : 54)
Term التواب dalam
beberapa ayat tersebut menunjukkan pada makna Allah sebagai zat
yang benar-benar menerima tobat (قابل
التوب )
sebagai terdapat dalam QS. al-Mu’minûn (40): 3
Artinya: “Yang Mengampuni dosa dan Menerima
tobat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai karunia…’[9]
Allah disebut dengan التواب oleh karena Ia kembali kepada
hamba-Nya yang bertobat dengan memberikan ampunan.[10] عاد عليه
بالمغفرة
Kata tawwâb juga digunakan dengan pengertian
“hamba yang sungguh-sungguh bertobat. Kata tawwâb dalam pengertian ini disebut satu kali
dalam bentuk jam’u mudzakkar salîmterdapat
dalam QS. al-Baqarah (2): 222. Bunyi ayat tersebut adalah:
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid.
Katakanlah bahwa haid itu adalah kotoran, maka hendaklah kamu menjauhi wanita
wanita yang sedang haid itu dan janganlah kamu sekali-kali mendekatinya hingga
tiba masa sucinya. Jika mereka telah suci, maka gaulilah mereka di tempat yang
diperintahkan Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan
menyukai orang-orang mensucikan diri”.
Dalam konteks ayat di atas, kata
التوابين dalam ayat tersebut bermakna “hamba
Allah yang banyak bertobat”. [11] Tobat bagi kelompok ini benar-benar
telah menjadi bagian penting di dalam jiwanya sehingga ia benar-benar
senantiasa melaksanakan tobat dengan sebenar-benarnya.
Berangkat
dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa subtansi tobat adalah
kembali kepada Allah baik karena sebab-sebab kesalahan, penyimpangan yang
dilakukannya selama ini maupun karena kewajibannya sebagai orang Islam dan
orang yang beriman. Hal ini ditujukan disamping sebagai bentuk pengakuan atas
segala kesalahan yang telah dilakukannya juga sebagai bukti dari seorang hamba
yang senantiasa menggantungkan dirinya kepada Allah.